Thursday, March 17, 2016

Minangkabau Adalah Melayu



Minangkabau atau Minang adalah sebuah suku bangsa yang yang ada di Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Dalam pola pewarisan adat dan harta, suku Minang menganut pola matrilineal yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia yang menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan orang Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenalah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.

Membicarakan minangkabau tentu tak lepas dari kerajaan pagaruyung, kerajaan ini yang mendiami daerah minangkabau Sebelumnya kerajaan ini tergabung dalam Malayapura, sebuah kerajaan yang pada Prasasti Amoghapasa disebutkan dipimpin oleh Adityawarman, yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi. Termasuk pula di dalam Malayapura adalah kerajaan Dharmasraya dan beberapa kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman lainnya.



Dari manuskrip yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa disebutkan pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayapura, Adityawarman merupakan putra dari Adwayawarman seperti yang terpahat pada Prasasti Kuburajo dan anak dari Dara Jingga, putri dari kerajaan Dharmasraya seperti yang disebut dalam Pararaton. Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih Gajah Mada berperang menaklukkan Bali dan Palembangpada masa pemerintahannya kemungkinan Adityawarman memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pedalaman Minangkabau.
Dari prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari mamak (paman) kepadakamanakan (kemenakan) telah terjadi pada masa tersebut. 
Setelah Adityawarman meninggal dunia, ia digantikan oleh putranya yang bernama Ananggawarman, sebagaimana tersebut dalam Prasasti Batusangkar yang bertarikh 1375, yang menyebutkan Adiytawarman dan putranya Ananggawarman melakukan upacara hewajra, dalam ritual tersebut Adityawarman diibaratkan telah menuju kepada tingkat ksetrajna.
pad tahun 1409 dan 1411 terjadi konfrontasi dengan majapahit, Dalam sebuah teks yang luar biasa versi Majapahit yang tersimpan di museum Jawa Timur diceritakan tentang invasi penaklukkan ke Sumatera terutama ke Pagaruyung dengan 500 kapal perang lengkap dengan patih dan hulubalang serta 200.000 prajurit dan seekor kerbau jantan raksasa sebesar gajah. Bala tentara Majapahit tanpa halangan sampai di Jambi yang merupakan pintu masuk ke dataran tinggi Minangkabau melalui sungai besar dan berair dalam yang ada di dataran rendah bagian timur Sumatera.
Sesampai di Pariangan para patih dan hulubalang Majapahit berunding dengan Patih Suatang (Datuk Perpatih Nan Sebatang) serta Patih Ketemanggungan (Datuk Katumanggungan), lalu muncul usulan dari Patih Majapahit untuk mengadu kerbau sebagai simbolisasi perang. Pemilik kerbau yang menang berarti memenangkan peperangan, begitu pula sebaliknya.
Setelah datang waktunya adu kerbau itu pun dilaksanakan. Orang Majapahit mengeluarkan kerbau raksasa sementara orang Patih Suatang mengeluarkan seekor anak kerbau kecil yang kelaparan dan kehausan. Anak kerbau itu secepat kilat menyeruak ke selangkang kerbau raksasa dan menghisap buah pelir kerbau itu. Setelah berputar-putar karena tidak bisa menanduk akhirnya kerbau raksasa itu rubuh sambil berguling-guling karena anak kerbau lapar itu tidak melepaskan hisapannya pada buah pelir kerbau raksasa itu.
Sesuai kesepakatan, maka pihak Majapahit dianggap kalah, lalu mereka akan pergi namun ditahan oleh Patih Suatang karena mereka akan dijamu makan dan minum. Masih menurut teks versi Majapahit, setelah jamuan makan dan minum itulah terjadi peristiwa kekerasan yang menewaskan patih dan para hulubalang serta separuh prajurit Majapahit. Sementara yang selamat pulang ke Majapahit dan melaporkan peristiwa itu kepada Sang Nata (raja) yang menerimanya dengan amat masygul karena kekalahan besar dan kehilangan para patih dan hulubalang yang diandalkan serta banyak prajurit.
Peristiwa tersebut terjadi di sebuah padang luas yang kemudian diberi nama 'Padang Sibusuk' karena begitu banyaknya mayat bergelimpangan yang kemudian menimbulkan bau busuk. Kisah ini juga tercatat dalam Hikayat Raja-raja Pasai yang merekam berbagai peristiwa di Sumatera sekitar abad tersebut. Sekarang Padang Sibusuk masuk dalam wilayah kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.
Peristiwa kekalahan dahsyat itu sekaligus sebagai tonggak penanda berakhirnya ekspansi Majapahit ke wilayah barat Nusantara. serta dikenallah negeri melayu tersebut dengan nama Minangkabau serta makin berkembangnya Paham Adat dari datuk perpatih nan sebatang dan datuk ketemanggungan menjadikan daerah minangkabau merupakan pusat peradaban melayu yang maju pada saat itu
Tentang bagaimana bentuk hubungan Majapahit dengan Pagaruyung sebelumnya masih menjadi perdebatan para ahli. Jayanagara, raja Majapahit ke-2 yang memerintah dari tahun 1309-1328 merupakan raja berdarah Minang/Melayu dan Jawa. Sementara Adityawarman, pendiri Pagaruyung pada 1347 merupakan sepupu dari Jayanagara. Ada ahli yang berpendapat bahwa kerajaan di Minang/Melayu tidak pernah berada dalam posisi sebagai negara taklukan, namun lebih pada bentuk persahabatan Melayu dan Majapahit, serta berdiri sebagai kerajaan tersendiri. pertempuran kedua pasukan terjadi di Padang Sibusuk, (hulu sungai Batang Hari), di mana kedua-dua serangan pasukan kerajayaan Majapahit dapat dipukul mundur. Namun akibat dari serangan tersebut, pengaruh kerajaan ini terhadap daerah jajahannya melemah, di mana daerah-daerah jajahan seperti Siak, Kampar dan Indragiri melepaskan diri dan kemudian daerah-daerah ini ditaklukkan oleh Kesultanan Malakadan Kesultanan Aceh , dan kemudian hari menjadi negara-negara merdeka.

Sumber : wikipedia

0 komentar :

Post a Comment

Copyright © 2014 NIJEKOblog All Right Reserved